Perjalanan
kali ini diluar dugaan yang kami bayangkan. Sore hari kami sampai di ibukota
kabupaten Aceh Tenggara. Kutacane setelah 6 jam lebih perjalanan dari kota
Subulussalam. Sepanjang perjalanan yang melewati wilayah sumatera Utara
tersebut kami tidak bisa menemukan rumah makan muslim. Mau dikata apa, terpaksa
kami menahan lapar sampai ke Kutacane.
Kami
singgah di Warung kopi di salah satu sudut Kota Kutacane untuk istirahat dan
juga mengisi perut yang sudah kosong. Jam menunjukkan Pukul 6 sore kurang 10
menit. Kami harus segera bergegas karena tidak berencana menginap di Kutacane
malam ini, kami harus sampai malam ini di Blang kejren, seorang kawan telah
menunggu disana.
Matahari
sudah hilang sinarnya tanda malam akan tiba tidak lama lagi. Kami segera memacu
motor melintas dijalan menuju ke Dataran Tinggi Gayo. Penulis sendiri sudah
berulang kali ke Dataran Tinggi Gayo, namun hanya sebatas Kota Takengon dan
Bener Meriah, belum sampai ke wilayah Gayo Lues.
Secara
pribadi penulis sangat takjub dengan alam Tanoh Alas, bentangan alam yang hijau
dengan aliran sungai Alas yang memberikan panorama tersendiri. Waktu tak
mengijinkan kami untuk sekedar saja melihat-lihat dan mengambil gambar di
aliran sungai Alas. Penulis suatu saat nanti akan kembali ke Tanoh Alas yang
dikenal dengan Bumi Segenap Sepakat.
Malam
mulai menemani perjalanan kami ketika mulai memasuki wilayah hutan. Kami tidak
tahu pasti hutan apa yang kami lalui saat itu. Yang pasti kami merasakan saat
sepi jalanan karena hanya kami saja yang dijalan. Padahal saat itu baru pukul 7
malam. Baru saja siap magrib. Kami tidak tahu keadaan di daerah sini seperti
yang kami rasakan saat ini karena kami belum pernah sekalipun ke Kabupaten Aceh
Tenggara.
Penulis
menebak hutan yang sedang dilalui adalah kawasan Hutan Leuser yang disebut
sebagai paru-paru dunia. Jalanan yang sepi dikelilingi oleh hutan yang tidak
kami bisa lihat dengan jelas karena kegelapan malam. Udara -dingin menambah
adrenalin kami memacu sepeda motor masing-masing. Jalanan yang mendaki dan
menurun membuat kami kewalahan ditambah lagi dengan jarak pandang yang pendek
sehingga kami harus sangat berhati. Jalanannya agak licin dan sepertinya baru
saja di guyur hujan. Alhamdulillah kami tidak ditimpa hujan.
Pada
saat jalan mendaki, kami merasakan satu tidak ada habisnya dalam mendaki, tidak
sampai juga ke puncaknya. Akhirnya setelah agak lama, kami sampai pula di
puncak. Benar-benar jalanan yang tinggi puncaknya penulis rasa. Kami melihat
beberapa orang sedang duduk di kedai-kedai kecil di pinggir jalan dengan
menggunakan Lilin sebagai penerangan. Kami tidak berhenti dan terus melanjutkan
perjalanan. Kami mulai menuruni jalanan yang kemiringannya luar biasa dan
adrenalin kami mulai dipacu kembali....
Bersambung....................................
Oleh: Isvani
0 comments: